Mahfud MD Minta Penegak Hukum Waspadai Potensi “Industrialisasi Hukum” dalam Penerapan Keadilan Restoratif |
PATROLI BINS, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menegaskan perlu diwaspadai potensi terjadinya “industrialisasi hukum”, dimana penerapan keadilan restoratif menjadi sarana transaksional baru dalam penyelesaian perkara.
"Perlu diwaspadai adalah penerapan keadilan restoratif yang berpotensi menjadi sarana transaksional baru dalam penyelesaian perkara," papar Menko Polhukam Mahfud MD saat memberikan Keynote Speech virtual pada Acara Focus Grup Discussion (FGD) bertema tema "Penyamaan Persepsi Aparat Penegak Hukum Terkait Penegakan Hukum Pidana dalam Perspektif Keadilan Restoratif," Kamis (4/11/2021).
Dalam acara yang digelar Kedeputian Bidang Koordinasi Hukum dan HAM ini Kemenko Polhukam ini, Mahfud menegaskan apa yang dilakukan oleh Polri, Kejaksaan RI dan Mahkamah Agung RI dalam penerapan keadilan restoratif tersebut, perlu disambut baik sebagai salah satu terobosan dalam mengatasi problematika dalam sistem peradilan pidana.
"Penerapan keadilan restoratif perlu kita sambut baik sebagai salah satu terobosan dalam mengatasi problematika dalam sistem peradilan pidana, antara lain dalam mengatasi luapan narapidana di lembaga pemasyarakatan karena hukuman penjara yang masih menjadi model penghukuman favorit dari peradilan," ujar Mahfud dalam forum yang melibatkan para penegak hukum di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta ini.
Dalam penerapan keadilan restoratif, tambah Mahfud, hal lain yang perlu diperhatikan, adalah koordinasi antara Polri dan Kejaksaan RI pada saat penerapan keadilan restroratif dalam setiap tahapan penanganan perkara yang menjadi tanggung jawab dan wewenang masing-masing.
"Dalam kaitan tersebut, saya selaku Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan menyambut baik pelaksanaan Focus Group Discussion dengan tema "Penyamaan Persepsi Aparat Penegak Hukum Terkait Penegakan Hukum Pidana dalam Perspektif Keadilan Restoratif” yang diinisiasi oleh Deputi Bidkoor Hukum dan HAM ini," tambahnya.
Mahfud berharap, forum ini menjadi sarana untuk menyamakan persepsi demi terwujudnya kesamaan paradigma aparat penegak hukum yang responsif terhadap perkembangan teori pemidanaan dan praktek penegakan hukum yang telah beralih dari retributif menuju restoratif.
Untuk diketahui, perdebatan mengenai konsep pemidanaan yang sesuai untuk dipergunakan oleh sistem peradilan pidana mengacu kepada konsep keadilan. Terdapat dua arus utama perspektif dalam melihat konsep keadilan, yaitu keadilan retributif dan keadilan restoratif.
Konsep pemidanaan dalam perspektif keadilan retributif mengacu pada tujuan penjatuhan pidana yaitu pembalasan, pencegahan, dan efek jera serta rehabilitasi. Dalam konsep ini, negara merupakan satu-satunya pranata yang berwenang untuk menjatuhkan pidana.
Sementara itu, perspektif keadilan restoratif menolak gagasan negara sebagai satu-satunya yang berhak menjatuhkan pidana.
"Persoalan proporsionalitas kurang penting daripada konsiliasi dan penciptaan kedamaian, sejauh korban dan pelanggar percaya mereka telah menyelesaikan secara adil, meskipun terjadi perbedaan di antara kelompok pelanggar yang telah melakukan pelanggaran yang serupa (disparitas;red). Kesamaan bukanlah bentuk keadilan yang hendak dicapai dalam proses pemidanaan," pungkasnya. (*)